1923
“Sulit dibayangkan bahwa akhirnya saya sungguh dalam perjalanan ke Timur, memenuhi suatu keinginan yang sudah selalu didambakan, tetapi dianggap tak terjangkau...”
​
28 Februari 1923 | Pelabuhan Genoa, Italia
​
​
​
​
​
​
Tepat seabad yang lalu, Hendrik Petrus Berlage (1856 - 1934), salah satu arsitek paling terkenal di Belanda, menggapai salah satu impian terbesarnya—perjalanan ke Hindia Belanda—menjadi kenyataan.
Di Genoa, ia naik kapal uap, SS Grotius, menuju ke Batavia yang ia capai dalam waktu tiga minggu. Berlage tiba di Batavia dan menghabiskan tiga bulan berikutnya di Jawa, Bali dan Sumatra dengan kereta, mobil dan kapal. Ini adalah perjalanan sekali seumur hidup: selama perjalanan, sang arsitek jatuh cinta kepada nusantara. Ia mencatat kesan-kesan dan pengamatannya ke dalam jurnal yang ia ringkas ke dalam 147 halaman dan dipublikasikan pada tahun 1931.
​
​
​
​
​
​
​
​
Berjudul Mijn Indische Reis (Perjalanan Hindiaku), buku Berlage adalah publikasi luar biasa yang diisi dengan sketsa-sketsa indah dan selusin puisi. Buku ini juga menampilkan secara kuat gagasan-gagasan Berlage tentang budaya dan masyarakat. Ia menyampaikan pandangannya tentang sejarah arsitektur dan arsitektur kontemporer serta kontemplasi dan tinjauan ke masa depan; sesuatu yang diharapkan dari sang mentor. Selain itu, Berlage juga menampilkan sekilas tentang sisi personalnya kepada pembaca. Ia dengan blak-blakan berbagi pernyataan dan perasaannya tentang superioritas Barat, saudara sebangsa yang memalukan, kolonialisme, pariwisata dan identitas. Pengamatannya semakin jelas selama perjalanan: keingintahuan membuka jalan untuk kekaguman; dan ketakjuban berubah menjadi kebingungan.
Terlepas dari sebuah ulasan panas di sebuah majalah perdagangan, tidak terlalu diketahui bagaimana buku tersebut diterima, apakah buku itu membuat resonansi yang lebih luas, dan apakah pembaca betul-betul memahami maksud di dalamnya.
Beberapa dekade kemudian pada tahun 1991, Joris Molenaar, seorang arsitek Belanda, menerbitkan kembali Mijn Indische Reis berupa sketsa-sketsa Berlage dan komentarnya. Selanjutnya tahun 1996, Max van Rooy - seorang jurnalis, ahli arsitektur sekaligus
cucu Berlage - membuat film dokumenter De Hollandsche Tropenstijl (Gaya Tropis Belanda) bersama pembuat film, Ike Bertels. Film ini menggunakan buku Berlage sebagai pedoman. Pada tahun 2011, arsitek Herman van Bergeijk menyajikan penelitian arsip perjalanan Berlage secara mendalam; Berlage en Nederlandsche-Indie (Berlage di Hindia Belanda). Namun penelitian ini berfokus pada arsitektur, sedangkan topik lain nyaris tak tersentuh.
Tapi tidak lama lagi...
2023
​
“Jarang sekali perpisahan dengan sebuah negara yang tidak akan pernah saya kunjungi lagi terasa begitu berat bagi saya."
​
27 Mei 1923 | Singaraja, Bali, Indonesia
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
Mungkin sudah seratus tahun sejak Berlage melakukan perjalanannya ke Hindia Belanda, namun pengamatannya di dalam Mijn Indische Reis sekali lagi --- atau bisa dibilang, masih --- sangat relevan.
​
Kami --- tim profesional bilateral yang bekerja di bidang budaya dan kreatif --- merasa bahwa dengan menghidupkan kembali perjalanan Berlage di tahun 1923 adalah cara yang baik untuk membahas topik masa kini di Belanda dan Indonesia. Topik pembicaraan seperti dekolonisasi, identitas budaya dan keberagaman, dan bangunan yang berkelanjutan.
​
Seiring tumbuhnya ketertarikan pada sejarah dan warisan (kolonial) di Indonesia dan Belanda, perjalanan Berlage juga dapat membawa perspektif baru pada hubungan khusus di antara kedua negara dan memungkinkan kita untuk menemukan kembali dan menikmati penggalan penting dari warisan budaya (tak benda) kita bersama.
​
Jadi sudah saatnya kita bersihkan debu di buku Mijn Indische Reis dan menerjemahkannya, secara harfiah dan kiasan: ke Bahasa Indonesia dan Inggris dan ke abad ke-21 sebagai Berlage di Nusantara.
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​
​'Indische Reis 2.0' ini bukanlah ringkasan atau analisis lengkap dari perjalanan Berlage: ini adalah edisi baru yang dikurasi dari koleksi jurnal lama. Kami menelusuri tulisan-tulisan di dalam catatan perjalanan dan menyeleksi kutipan-kutipan Berlage yang menarik, menggugah pikiran dan mencuri perhatian. Kami juga menyeleksi 64 sketsa dan mencari foto, surat, kartu pos serta elemen visual lain dari bangunan, situasi dan tempat yang ia tulis.
Ilustrator asal Yogayakarta, Upit Dyoni, lebih jauh menghidupkan kembali perjalanan Berlage lewat visualisasinya. Kami juga menambahkan konteks sejarah, komentar dan pertanyaan.
​
Selain publikasi buku baru, kami mengambil sketsa dan kutipan Berlage sebagai titik berangkat serangkaian wawancara podcast dengan mengundang narasumber dari berbagai latar belakang dan generasi di Indonesia dan Belanda untuk berbagi pemikiran mereka tentang perjalanan Berlage. Kami juga meminta mereka berkontribusi dalam buku dengan membagikan perspektif mereka melalui media pilihan masing-masing.
​
Rangkaian pameran dan aktivitas untuk turut menghidupkan petualangan Berlage juga sedang digarap.
​
Akhir kata, kami mengundang Anda untuk bergabung dengan perjalanan Berlage-dan kami- dengan mengikuti kami di media sosial, mendaftar untuk mendapat kabar terbaru lewat email, dan memberi saran.
​
Dengan demikian, seabad kemudian perjalanan Berlage berlanjut. Ayo, semua naik kapal!
Buy the Book
"It’s interesting that 100 years later, the Indonesians think, ‘We have a Berlage!’; like you’ve found a van Gogh."
— Rizky Kalebos, urban influencer
"You read how he struggles with his moral values, and that means a lot to me."
— Amara van der Elst, spoken word artist
"I think the trip to the Indies was an unexpected surprise, like a warm shower. He found here what he had been searching for."
— Huib Akihary, architecture historian
Our ‘Indische Reis 2.0’ is not a summary nor a complete analysis of Berlage’s trip: it is a carefully curated new edition of the old journal, comprising three parts:
1. My journey to the Indies
We brought a travelling Berlage to life in 1923. We selected the most interesting quotes, thought-provoking passages, and eye-catching sketches from the original travel journal. These take centre stage in this new edition of the diary. His writings are about so much more than just architecture; we get to meet the person Berlage as he explores the country through different lenses: as a traveller, an architect, a thinker and finally, a critic. We added historical context and commentary and dived into some compelling questions. Not to find all the answers but to continue Berlage’s legacy.
2. Berlage en Route
Berlage’s itinerary was meticulously planned with talks, visits and meetings in different cities. His arrival was eagerly awaited, and he had the chance to meet fellow architects, family friends, colonial officials, and Indonesian aristocracy. He even went out of his way to see like-minded spirits and linger a bit longer in places he liked. We searched the archives for photos, letters, postcards and visuals of buildings, situations and places he writes about to reconstruct his journey and the people he met on the way.
3. Your journey to the Indies
The purpose of this project is to continue spinning the threads of Berlage’s thoughts where he left them. That’s why we invited twenty great minds in the Netherlands and Indonesia - from singers to street artists and architects to ambassadors – to ponder Berlage’s thoughts and provide their reflections so we could relive his journey in 2023.
With Berlage’s original sketches, historical photographs and new hand-drawn illustrations, the 200+ page book makes for an eye-catching coffee table book or a thoughtful gift. But perhaps more importantly, the Indonesian edition will provide students in Indonesia with a unique opportunity to learn about the old master, his Indonesian architectural legacy and his personal testimony to the artistic tradition and culture in the former Dutch colony. Maybe his century-old viewpoints can fuel today’s debate about cultural identity, inclusive society, sustainable building and even (de)colonisation.
Our book was successfully crowdfunded in December 2023 (click here to view the campaign at voordekunst) and will be available for purchase in Spring 2024.
Subscribe to our newsletter or follow us on social media for updates!
Podcast
We invited a group of remarkable individuals, from artists to ambassadors, to revisit Berlage's adventure in the then-Dutch East Indies. The result? Two (100% free!) podcast series, one recorded in Indonesia and the other in The Netherlands, in which we touch on a wide range of Berlage-adjacent topics. Expect fresh insights, personal stories, philosophical ponderings, and even our very own dedicated song.
​
Listen, watch, and join the conversation: we would love to hear your thoughts!
Events
Berlage di Nusantara on the road:
Exhibitions, talks, lectures, and other (upcoming) events in Indonesia and the Netherlands.
@architrace.ui x @berlagedinusantara presents:
WANUA 2023 Special Talk Series - BERLAGE DI NUSANTARA
January 9, 2023
Dr Petra Timmer (Editor and Architecture & Historical research at Berlage di Nusantara) was invited to lecture at the students at the Department of Architecture, Faculty of Engineering (Departemen Arsitektur FTUI) at Universitas Indonesia. In this public talk, she spoke about the cities and sites Berlage visited in 1923, the people he met, his lectures, sketches, and other experiences. What was the goal of his journey, and why is its relevant for today's architects?
EKSPOSISI BATAVIA
SenyuMuseum x Museum Kebaharian Jakarta x Berlage di Nusantara
17 - 18 June 2023
We were invited to present a mini-exhibition about Berlage's 1923 adventure at 'Exposisi Batavia' held in Jakarta's Maritime Museum (Museum Kebaharian Jakarta), a cultural event co-organised by SenyuMuseum.
Angeline Basuki (Editor & Project Manager at Berlage di Nusantara) hosted a talk on our project.
Tim
Temui tim di balik Berlage di Nusantara:
Petra Timmer
Editor-in-chief, Riset Arsitektur dan Sejarah
Ester van Steekelenburg
Pemrakarsa, Konsep Kreatif & Project Management
Upit Dyoni
Annemarijn de Boer †
Musch Agency
Desainer Grafis
Ilustrator
Loes van Iperen
Editor, Media Sosial (Pembuatan Konten & Desain), Situs Web
Angeline Basuki
Editor, Project Management Indonesia
Helia Vons
Dukungan Editorial dan
Sumber Visual
Lea Pamungkas & Taalcentrum VU
Penerjemah kutipan Berlage
Lea Pamungkas:
Belanda ke Indonesia
Taalcentrum VU:
Belanda ke Inggris
Mission & Vision
#BerlagediNusantara is the literal and figurative translation of Hendrik Petrus Berlage’s 1923 travel diary. We build on the statements the famous Dutch architect penned in his hundred-year-old journal to bring a piece of intangible heritage to the present time.
Instead of pondering what ‘the East should and could learn from the West’, Berlage turns it around: he searches for what we in the West could learn from the East. The famous architect wanted to share a different perspective about ‘The East’, which we take as a starting point for a conversation about colonial history and cultural identity in The Netherlands and Indonesia. Through activities such as a podcast series, travelling exhibitions and an interactive mural, we want to make Berlage’s original travel diary accessible to an international audience, find the common values in traditional concepts of culture, architecture and heritage and add new perspectives that are relevant for today’s generation and can perhaps inspire a future generation.
Kontak
Apakah Anda punya pertanyaan seputar Berlage di Nusantara? Tertarik untuk kolaborasi? Punya ide untuk dibagikan? Hal lain yang ingin disampaikan?
Silakan hubungi kami; kami ingin mendengar dari Anda!
The historical photos, sketches and other visuals featured in Berlage di Nusantara, on social media and our website have been sourced from the Berlage archives at Het Nieuwe Instituut, Royal Tropical Institute and private and public collections in The Netherlands and Indonesia. All efforts have been made to trace the owners of the images used. Yet, there may be cases where we have not been successful. Anyone who believes they may have a copyright claim should contact us.
​
​
​
Link icons by icons8.com